Sejarah Vihara Sasana Graha Nunukan

Sejarah Vihara Sasana Graha Nunukan

sysadm
08 Mar 2022 08:03

Sungguh satu kebahagiaan bagi umat Buddha di Kabupaten Nunukan. Terwujudnya suatu tempat dan fasilitas yang dapat digunakan bersama untuk pengembangan nilai–nilai moral dan berbuat jasa baik dalam Buddha Dhamma yaitu Vihara Sasana Graha

Sejarah VSG berawal dari kedatangan YM. Subhapañño Thera dengan di dampingi oleh dayaka sabha Vihara Sinar Borobudur Tarakan ke Nunukan untuk bersilaturahmi dengan pemerintah daerah Kabupaten Nunukan dalam hal ini di temui oleh Drs. H. Budiman Arifin, M.Si selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Nunukan. Hal ini menimbulkan semangat dan inspirasi dari sekelompok umat Buddha di Kabupaten Nunukan untuk mendirikan sebuah tempat ibadah agama Buddha yang dapat di gunakan untuk mengajarkan dan melestarikan Dhamma ajaran Sang Buddha. Umat Buddha di Nunukan diantaranya adalah dr. Andrea WS (yang kemudian ditunjuk menjadi ketua Dayaka Sabha Pertama), Rudiono Ismanto (ketua pelaksana Panitia Pembangunan Vihara Sasana Graha), Alm Bapak Masran (Ahong), serta beberapa tokoh Buddhis Nunukan dan simpatisan yang ikut serta mendukung pendirian vihara ini.

Akhirnya diperoleh sebuah Cetiya untuk digunakan puja bakti rutin umat Buddha Nunukan yaitu paviliun bangunan rumah tua pinjaman bapak Masran ( A Hong ) milik bapak Hendra Gunawan (Kadun) yang terletak di Jalan Pahlawan, Nunukan. Tempat tersebut direnovasi menjadi Cetiya, dan puja bakti pertama kali di lakukan pada April 2006.

Pada suatu kesempatan Y.M. Suvijano Mahathera berkenan datang ke Nunukan untuk memberikan ceramah dhamma (Dhammadesana). Berkat arahan Y.M. Subhapañño Mahathera, beliau memberikan warisan berupa pemberian nama yang sebenarnya kala itu masih berupa cetiya, yang akhirnya digunakan namanya sampai saat ini yaitu Vihara Sasana Graha (VSG) yang bermakna Tempat Ajaran. Beliau memberikan nama tersebut bukannya tanpa alasan, karena letak Nunukan yang cukup jauh diujung utara pulau Kalimantan dan berbatasan dekat dengan Malaysia. Beliau jugalah yang menjadi kepala Vihara Sasana Graha pertama yang di tunjuk oleh Saṅgha Theravada Indonesia periode 2006 – 2012.

Pada saat Kelenteng TITD San Sen Kong berdiri Tahun 2008, VSG sangat berterimakasih kepada Kelenteng karena telah dipinjamkan sebuah ruang serba guna di lantai dua untuk melakukan kegiatan puja bakti. Kelenteng TITD San Sen Kong terletak di Jl. Pembangunan Kelurahan Nunukan Barat Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara yang juga merupakan alamat VSG.

Memiliki vihara yang layak adalah impian umat buddha Vihara Sasana Graha sejak agama buddha berkembang di Nunukan. Dengan berbekal niat serta dorongan dari semua umat untuk mempunyai vihara sendiri maka tahun 2010 pengurus VSG waktu itu mengumpulkan dan meminta pendapat kepada umat apakah mereka ingin mempunyai vihara yang dekat dengan kelenteng atau jauh dengan kelenteng. Hasilnya mereka sepakat memilih vihara dekat dengan kelenteng. Berkat bantuan para donator akhirnya bisa dibeli sebidang tanah kurang lebih 5.000 meter persegi yang terletak di belakang kelenteng. Yang walaupun sebenarnya kontur tanahnya tidak rata dan dibelah oleh anak sungai namun hal ini tidak mengurangi niat untuk memiliki vihara sebagai rumah kebajikan.

Untuk membangun sebuah vihara perlu ada sebuah Yayasan, namun umat Buddha Nunukan belum mendirikan yayasan. Oleh karena itu pengurus meminta pendapat kepada umat tentang mendirikan Yayasan. Dalam hal ini ada tiga alternative, antara lain:

Yayasan yang semua pengurusnya adalah umat,

Yayasan yang dewan pembinanya dari para bhikkhu Sangha Theravada Indonesia,

Langsung dibawah Yayasan Sangha Theravada Indonesia.

Berdasarkan pertimbangan umat Buddha di Nunukan tidak banyak jumlahnya dan tidak punya pengalaman organisasi maka sepakat dipilih sepenuhnya langsung di-bawah Yayasan Saṅgha Theravada Indonesia.

Setahun kemudian ada info mengenai tata kota dari pemerintah Kabupaten Nunukan bahwa akan di buat jalan menuju tanah vihara tetapi masih di batasi oleh tanah kosong. Umat Buddha Nunukan sepakat untuk memperluas area tanah vihara dengan alasan agar VSG nantinya berada di pinggir jalan. Akhirnya dibelilah sebidang tanah bersebelahan dengan tanah sebelumnya seluas 4500 meter persegi. Namun selang beberapa waktu setelah tanah dibeli ternyata di sana ada jalan setapak, dan jembatan yang merupakan akses untuk menuju ke perkampungaan. Selain itu, pemilik rumah yang berada bersebelahan dengan tanah vihara pengurus protes karena tanah vihara dianggap menutup jalan mereka. Namun akhirnya permasalahan tanah tahap kedua di belakang kelenteng dapat di selesaikan dengan win win solution.

Ternyata dewi fortuna masih belum memihak dengan Vihara Sasana Graha, karena kabar mengenai akses jalan yang didengungkan ternyata hanya kabar dan tidak ada wujudnya. Akhirnya pengurus VSG membentuk panitia kecil untuk mencari tanah yang dapat di gunakan untuk akses jalan vihara sasana graha. Setelah menemui beberapa pemilik tanah yang berdekatan dengan tanah vihara dan hasilnya adalah nihil.

Setelah semua aset VSG diserahkan kepada Yayasan Saṅgha Theravada Indonesia, pengurus mengajukan permohonan kepada Saṅgha untuk menugaskan Bhikkhu Thitaviriyo sebagai kepada vihara Sasana Graha berdasarkan Keputusan Karakasanghasabha (Dewan Pimpinan Sangha Theravada Indonesia) Nomor: 01/Rapim-III/XI/2014. Pikiran umat mulai terbuka ketika bhante Thitaviriyo selaku kepala vihara mengatakan bahwa “Saya kepala Vihara tapi viharanya tidak ada” (karena masih numpang di kelenteng). Kemudian beliau mengadakan rapat untuk menentukan opsi, apakah membangun vihara di tanah vihara yang ada di belakang kelenteng tapi tidak ada akses jalan (karena harus lewat kelenteng) atau mencari sebidang tanah ditempat lain. Umat Buddha Nunukan sepakat untuk mencari tanah strategis dipinggir jalan untuk mempermudah akses. Untuk itu umat VSG diminta mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang tanah yang mau dijual. Berkat kesungguuhan dan keyakinan akhirnya dapat dibeli sebidang tanah di pinggir jalan seluas 600 meter persegi di jalan Cut Nyak Dien yang sekarang menjadi lokasi Vihara Sasana Graha.

Semangat tak akan pernah padam dan terus mengalir bagai sungai dipegunungan tak tertahan oleh apapun. Setelah proses pembelian tanah dilakukan, dalam waktu yang tidak lama dibentuklah Panitia Pembangunan Vihara Sasana Graha yang diketuai oleh Bhante Thitaviriyo dan Ketua Pelaksananya adalah Bapak Rudiono Ismanto. Pelaksanaan kegiatan pembangunan dengan diawali proses perijinan IMB. Panitia menyiapkan tanda tangan dan fotokopi KTP warga yang bersebelahan dengan tanah bakal vihara serta tanda tangan dan fotokopi KTP warga umat Buddha Nunukan dan persiapan lain sebagainya.

Untuk membangun vihara diperlukan seorang arsitek untuk membuat desain VSG. Bhikkhu Thitaviriyo selaku kepala vihara dan ketua umum pembangunan meminta bapak Gunawan Sulistio arsitek dari Samarinda untuk mendesain VSG. Setelah memiliki konsep desain awal, Pak Gunawan Sulistio kemudian mematangkannya dengan mengacu pada petunjuk Bhikkhu Thitaviriyo serta pendapat dari umat Buddha Nunukan. Filosofi dasarnya adalah agar Vihara Sasana Graha menjadi tempat menumbuhkan keyakinan umat pada Tiratana dan menjadi tempat yang kondusif untuk mempraktekkan Buddha Dhamma.

Awalnya Panitia ragu apakah bisa mendapat dukungan dana untuk membangun VSG mengingat anggaran pembangunan VSG cukup besar yaitu sebesar empat milyard rupiah, belum termasukkan interior dan aksesoris. Selain itu jumlah umat Buddha di Nunukan sedikit dan letak kota Nunukan yang jauh diujung utara pulau Kalimantan. Namun panitia memiliki sebuah semboyan ‘tidak akan berhenti sebelum terwujud’, hal ini membuat panitia tetap berpikir positip dan optimis. Panitia sepakat untuk melaksanakan Peletakan Batu Pertama pada tangga 26 Maret 2017. Untuk itu panitia berupaya mencari dana tidak hanya di Nunukan dan sekitarnya namun juga di luar Nunukan dengan menggunakan kekuatan medsos. Ternyata VSG mendapat perhatian dari umat Buddha seluruh Indonesia.

Bantuan dana berdatangan ke VSG, diantaranya ada ‘surprise’ dari Yayasan Dana Everyday yang membantu mencarikan dana cukup besar untuk pembangunan VSG (dapat dibaca di tulisan Nathalia Sunaidi “Gara-gara Gaptek”. Tidak hanya itu, antusiasme para umat Buddha dari seluruh Indonesia bahkan sampai luar negeri (Malaysia) untuk berdana sangat besar. Hal ini terbukti ketika panitia merencanakan acara Peletakan Batu Pertama dengan menyediakan paket dana berupa Tanah dari India dan batu berbagai ukuran untuk diletakkan saat peletakan batu semuanya habis terjual. Bahkan walaupun semua item sudah habis namun para umat/kalyana mitta tetap ingin berpartisipasi memberikan dananya demi VSG yang merupakan vihara berada di paling ujung Utara Kalimantan.

Pada hari Minggu, 26 Maret 2017 dilaksanakan Peletakan Batu Pertama Vihara Sasana Graha yang dihadiri oleh Bhikkhu Saṅgha dan Bupati Nunukan ibu Hj. Asmin Laura Hafid, S.E., M.M. Pada kesempatan acara Peletakan Batu Pertama VSG, Bupati Nunukan turut berpartisipasi menyumbangkan 100 sak semen untuk pembangunan VSG dan juga menyerahkan surat perizinan IMB kepada Panitia. Sekitar dua minggu kemudian, tepatnya 08 April 2017 setelah acara peletakan batu dilaksanakan pembangunan VSG.

Karma baik VSG berbuah, pada tanggal 20 Maret 2017 tanah VSG bertambah luas karena pemilik tanah di sebelah vihara ingin menjual tanahnya, hal ini tidak disia-siakan oleh panitia. Dengan demikian tanah VSG bertambah luas menjadi 1200 meter persegi.

Pada suatu kesempatan Bhikkhu Thitaviriyo mengajak bapak Rudiono dan bapak Naldi untuk mengikuti acara ITC di Borobudur sekaligus mencari pembuat Buddharupang dari batu di Mojokerto dan Muntilan. Sewaktu melakukan perjalanan ke Jogjakarta dengan kereta dari Surabaya, karma mempertemukan mereka di kereta dengan Valencia Tandy seorang arsitek interior lulusan Universitas Indonesia yang kebetulan juga seorang umat Buddha dari Samarinda. Gayung bersambut, Valen bersedia membantu untuk desain interior VSG, seperti Dhammasala, kuti dan lainnya. Hasil desainnya bisa kita lihat di VSG saat ini.

Proses pembangunan VSG tidak mulus. Banyak kendala-kendala yang dihadapi, diantaranya letak Nunukan yang jauh membuat sulit mendapatkan bahan material yang diperlukan untuk pembangunan, disamping itu juga kendala sumberdaya manusianya. Proses pembangunan berjalan memakan waktu dua tahun lebih. Namun hal ini tidak membuat para donatur berhenti untuk terus mendukung pembangunan VSG. Mengingat waktu terus berjalan dan perlu ada kepastian, maka bhikkhu Thitaviriyo memutuskan untuk mengadakan peresmian VSG pada hari Minggu tanggal 17 November 2019. Tanggal ini dipilih karena pembangunan sudah bisa diselesaikan bulan Oktober dan juga masa Kathina sudah berakhir sehingga para bhikkhu bisa menghadiri acara peresmian VSG.

Inilah sejarah singkat VSG, anumodana kepada semua pihak yang telah mendukung terwujudnya vihara Sasana Graha ini Semoga vihara Sasana Graha terus maju dan memberikan manfaat untuk kemajuan Buddha Dhamma. (HRD)